Driver's High



Ku nyalakan lagu favoritku, milik L’arc~en~Ciel, Driver’s High, setiap aku mengendarai angkotku. Ya, agar aku lebih semangat mengantar penumpangku ke tempat tujuan mereka.
Sebenarnya aku ingin menjadi seorang racer. Mobil atau motor tak masalah, yang penting racer. Nanti aku akan jadi seperti Valentino Rossi, Fernando Alonso, atau racer yang lain. Tapi takdir berkata bahwa profesiku saat ini adalah sopir angkot.

“Bang, kok lagunya tiap hari itu mlulu?” tanya ibu-ibu yang setiap hari jadi pelangganku.
“Iya, Bang. Itu lagunya bahasa apa, sih? Kok saya nggak pernah denger di tv?” tanya salah seorang pelajar.
“Ini lagunya bahasa Jepang, Mas. Lagu ini populer pas saya masih kecil,” jawabku.
“Berarti lagunya jadul, dong?” sahut yang lain.
“Jadul-jadul juga gapapa, Neng. Yang penting lagunya bagus,” ujarku.
“Emang Abang tahu artinya?” tanyanya lagi.
“Ya jelas tahu, dong,” jawabku. “Sekarang kan jaman udah canggih. Tinggal nyari di Google kan langsung ketemu artinya.”
“Wah, bener juga, ya. Ah, tapi si Abang sukanya yang serba instan.”

Aku hanya diam. Sebenarnya aku tak ingin berdebat dengan penumpangku mengenai lagu ini. yang terpenting, aku bisa mengejar setoran. Jika penghasilanku sudah terkumpul, aku ingin bisa membeli motor atau mobil balap.
                                                                                ↔↔↔↔
ADORENARIN zutto nagashite
Boku no hou ga O-BAHI-TO shisou
Bakuhatsu shite HAI ni nattemo
Kono mama da to waratte’ru ne kitto
Aku telah menumpahkan banyak adrenalin
Dan aku mungkin terlalu panas
Seolah-olah aku akan meledak dan menjadi abu
Aku yakin aku akan tetap tertawa seperti ini


Machi wo oikoshite
Kono yo no hate made
Buttobashite shinjuu shiyou
Saa te wo nobashite!
Mari kita lampaui kota,
Berkendara sampai ke ujung bumi
Dan mari kita bunuh diri bersama
Nah, coba ulurkan tanganmu.


Ku teguk minuman berenergi sebelum memasuki mobil. Hari ini aku akan berkendara sampai ke ujung bumi. Jika aku bertemu laut dan samudra, akan ku layangkan mobilku ke udara.

Ku pacu mobilku dengan kecepatan maksimal. Walaupun di dalam keramaian, rasanya seperti tidak ada halangan. Seru sekali. Aku sangat senang bisa melalkukan hal ini. aku tetap tertawa ditemani sebotol whiskey.

Karena terlalu bersemangat, tanpa ku sadari mobilku menabrak sesuatu, “Brak.” Pagar besi itu roboh.
“Bang, kalau nyetir hati-hati, dong! Untung nyawa kita selamat,” aku mendengar omelan seseorang.
“Iya, nih. Dari tadi kita takut kalau nyawa kita melayang, Bang,” seru yang lain.

Aku bingung. Tadinya aku “merasa” mengendarai mobil balap. Tapi sekarang aku mendapati angkotku menabrak pagar rumah orang dan mendapat omelan dari para penumpang.
“Bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian, saya minta maaf atas kecerobohan saya. Sekali lagi saya minta maaf,” ujarku.
“Maaf? Kamu udah bikin nyawa kami hampir melayang,” kata seorang bapak-bapak. “Ayo kita cari angkot lain.”

Para penumpangku pergi mencari angkot lain. Intinya, mereka tidak mau membayar jasa angkotku walaupun sudah ku antar setengah perjalanan.

Kemudian pemilik  rumah itu datang menemuiku. Ia tak terima melihat pagar rumahnya roboh.
“Saya tidak mau tahu. Pokoknya kamu harus mengganti pagar saya. 10 juta.”
“10 juta? Mahal amat, Pak? Penghasilan saya setahun nggak sampai segitu. Bapak juga lihat sendiri, kan, angkot saya juga ringsek,” ujarku.
“Itu bukan urusan saya. Kalau kamu tidak mau mengganti pagar saya, akan saya laporkan kamu pada bosmu,” tegasnya.

Bos? Gawat jika aku berurusan dengannya. Aku bisa dipecat nantinya.
“Gimana? Sanggup, nggak?” tanyanya lagi. “Ya, beginilah tingkah laku supir muda. Nyetirnya ugal-ugalan.”

Ku rasa aku memang tak sanggup mengganti pagarnya. Akhirnya ia melaporkanku pada si bos.
“Kau ini bagaimana? Hah? Selalu saja membuat saya rugi. Biaya mengganti pagar Bapak ini sangat mahal. Belum lagi biaya memperbaiki angkot yang ringsek. Sebenarnya kau bisa kerja atau tidak, sih?” bosku marah.
“Maafkan saya, bos. Saya kurang konsentrasi,” elakku.
“Alah, alasan! Alasanmu itu nggak masuk akal. Karena toleransi saya padamu sudah habis, sekarang juga kamu saya pecat.”
                                                            ↔↔↔↔
“Yah, gue dipecat, nih. Cariin gue kerjaan lagi, dong, Rif,” aku curhat pada temanku, Arif.
“Makanya, Bro, kalau kerja tuh ati-ati. Jangan sambil berkhayal!” ujarnya. “Lu boleh mimpi jadi racer. Lu boleh mimpi jadi driver’s high. Tapi jangan pas kerja. Itu angkot juga bukan punya elu, kan?” lanjutnya.
“Bener juga, ya. Tapi sekarang gimana, nih? Di tempat loe ada lowongan kerja, nggak?” tanyaku.
“Kalau di tempat gue, sih, nggak ada. Besok gue tanya ke temen dulu, ya? Siapa tahu ada kerjaan buat loe.”
“Makasih, ya, Rif. Lu emang sahabat gue yang paling baik. Gue tunggu infonya, ya.”

Aku baru menyadari bahwa adegan driver’s high tadi hanya khayalan belaka.
↔↔↔↔
“Selamat pagi.”, HRD itu menyalamiku. “Dengan Mas Andra Firman?”
“Benar,” jawabku.
“Sudah berapa tahun Anda berpengalaman menjadi sopir?” tanyanya.
“Sudah 2 tahun, Pak,” jawabku.
“Baiklah. Kamu saya terima menjadi sopir taksi. Bekerjalah dengan baik dan benar demi keselamatan penumpang.”
“Baik, Pak.”

Yes, akhirnya aku mendapat pekerjaan. Sopir taksi. Aryo, teman Arif, yang mengajakku bekerja. Aku sangat senang. Karena sopir taksi lebih keren dari sopir angkot.

Ku pandang diriku sekali lagi di kaca. Kali ini aku merasa lebih tampan dan keren dari sebelumnya.
“Woy, ayo buruan kerja!” seru Aryo. “Elu kan anak baru, nggak enak sama bapak-bapak yang lama.”
“OK.” Kemudian aku bergegas mengendarai taksiku.

Tak lama kemudian, ada perempuan cantik melambaikan tangan ke arah taksiku. Aku berhenti di hadapannya. Seketika ia masuk ke dalam taksiku.
“Mas, antar saya ke Jalan Merpati, ya!”
“Baik, Mbak.”
‘Yes’, seruku dalam hati. Baru pertama kali bekerja sudah mendapat penumpang perempuan cantik. Ini yang ku suka dari profesiku. Penumpangnya sebagian besar dari orang-orang kelas atas.

Setelah sampai di Jalan Merpati, perempuan itu turun. Ia memberiku 1 lembar uang 50ribu.
“Terima kasih, Mbak.”
Aku berpikir, jika dalam sehari “paling tidak” ada 5 orang yang menumpang, aku akan jadi cepat kaya.
                                                            ↔↔↔↔
Tak terasa sudah 1 bulan aku bekerja jadi sopir taksi. Aku bersyukur karena sebulan ini penumpangku lumayan banyak. Hal ini membuat senior-seniorku iri. Tapi aku hanya bisa diam.
Setelah istirahat, aku kembali bekerja. Aku bersyukur karena langsung mendapat penumpang.

“Mas, tolong antar saya ke bandara, ya!”
“Baik, Bu.”

Karena letak bandara cukup jauh, akhirnya ibu itu memberiku 2 lembar 100 ribu-an.
“Laris manis,” aku bergembira.

Karena senang, kemudian aku menyalakan lagu Driver’s High lagi. Agar aku makin semangat bekerja.
                                                            ↔↔↔↔
Aku tidak menyadari bahwa saat ini aku berada dalam keramaian. Seketika aku menancapkan gas. Sampai pol. Taksiku melaju dengan kencang. Aku tertawa melihat aksiku. Ketika aku melihat truk di depanku, ku layangkan taksiku seketika.

Namun saat taksiku melayang, aku merasa kehilangan kendali. Taksiku jatuh tepat diatas truk yang ternyata mengangkut gas elpiji. Lalu meledak, “Duarr”.

Tiba-tiba pandanganku menjadi gelap. Gelap sekali. Aku tak tahu apa yang terjadi pada diriku saat ini.

Kakenukete yo jikangire made
Umaretsuki no supiido kyou na no sa
Woh! Clash! Into the rolling morning
Flash! I’m in the coolest driver’s high
Raise de mata aou! Yeah!
Terus mengemudi hingga waktu habis,
Karena kita lahir sebagai speedster alami
Who! Clash! Hingga pagi bergulir
Flash! Aku pengemudi paling keren
Sampai bertemu lagi di akhirat! Yeah!

                                  --END—


You May Also Like

0 komentar

About Me