Pantai atau Gunung
Pantai atu gunung? Aku
akan memilih keduanya. Karena kedua tempat tersebut merupakan alam ciptaan
Tuhan yang indah.jika kita berada di dalamnya, kita dapat merasakan
keagungan-Nya.
Ingin rasanya aku mengunjungi pantai dan gunung. Sekedar melepas penat dan menenangkan diri sejenak. Juga karena karyawanku sering meminta libur. Demi meluangkan waktu untuk berlibur bersama keluarga mereka. Akhirnya aku menyetujuinya. Aku menutup kafe-ku selama 3 hari.
Libur hari pertama, aku berkunjung ke pantai. Tepatnya di pantai utarJawa. Dengan uang dan perbekalan yang cukup, aku akan berpetualang selama 3 hari tanpa pulang ke rumah. Hal itu telah ku atur sejak jauh-jauh hari.
Setelah tiba di pantai, aku segera mengambil gambar dengan kamera andalanku. Setelah itu aku melakukan diving. Aku ingin melihat keindahan alam bawah laut. Disini aku dapat merasakan betapa indahnya alam ciptaan Tuhan. Indah sekali. Tak berhenti hatiku memuji-Nya.
Hamparan pasir putih dan laut yang biru membuatku tak berhenti menatapnya. Ditambah keindahan bawah laut berupa terumbu karang dan makhluk hidup lain di dalamnya, membuatku tak ingin pergi dari sini.
↔↔↔↔
Tak terasa sudah
berjam-jam aku berada di dalam laut. Kemudian aku bergegas menuju daratan dan
mandi. Setelah mandi, aku segera memesan makanan.
“Bakso-nya 1, ya, Mbak. Minumnya air putih saja.”
Setelah makan, aku memutuskan untuk memesan penginapan. Aku akan tidur ketika pukul 9 malam. Namun sebelum tidur, aku ingin menikmati pemandangan pantai di malam hari sambil makan malam. Tak lupa aku membawa kamera untuk mengambil gambarnya.
↔↔↔↔
Tak teras hari sudah
pagi. Tidurku nyenyak sekali. Aku segera check
out dan pergi meninggalkan pantai. Aku segera pergi ke gunung.
Jika aku mengingat gunung, adrenalinku seakan terpacu.inilah petualangan yang sesungguhnya. Ada yang mengatakan, “Jika ingin mengetahui watak seseorang, ajaklah ia ke gunung. Jika ia egois, ia akan egois. Jika ia penakut, ia akan banyak diam. Jika ia menyerah, aia akan turun dan tak mau melanjutkan perjalanan.” (Indonesia Lawak Klub)
Melihat hijaunya alam pegunungan, lagi-lagi aku memuji keagungan Tuhan. Kiri kanan ku lihat banyak pepohonan. Tak hanya pohon cemara. Banyak juga pohon yang telah berbunga dan berbuah. Menambah indahnya alam pegunungan Indonesia.
Hal yang wajib ku lakukan adalah mengambil gambar. Jika tidak, perjalananku akan sia-sia. Sambil menghirup oksigen murni aku berjalan menyusuri lereng gunung. Di sana aku bertemu para petualang yang sedang mendaki menuju puncaknya. Jika kakiku terasa pegal, aku akan beristirahat sejenak. Kemudian ku lanjutkan kembali.
“Hai, Mbak. Sendiri saja, ya? Anda dari mana?” tanya seorang anak laki-laki. Dari wajahnya, sepertinya ia seorang pelajar.
“Saya dari Pati, Mas. Kalau Mas?”
“Saya dan teman-teman dari komunitas pecinta alam. Kalau Mbak ingin beristirahat, silakan berkunjung ke tenda kami.”
Aku kagum melihat mereka. Para pelajar yang senang memuji kebesaran Tuhan. Tidak hanya anak lelaki, anak perempuan juga banyak yang mengikuti kegiatan pecinta alam.
Dulu semasa sekolah, aku tak pernahmenaruh minat pada kegiatan ini. Baru kali ini aku berpetualang. Namun aku bukan petualang sejati seperti Riani, host Jejak Petualang. Aku berpetualang hanya untuk menenangkan diri dari hiruk pikuk kehidupan kota.
Aku merasa sudah terlalu tinggi menaiki lereng gunung ini. Aku memutuskan untuk turun. Karena hari sudah mulai sore. Ditambah lagi aku lupa makan lantaran sibuk memperhatikan alam yang indah ini. Aku duduk sebentar dan minum air mineral yang ku bawa.
Aku masih ingat jalan yang ku lalui tadi. Tapi rasanya berbeda. Waktu aku turun, rasanya seperti jauh sekali. Sudah satu jam berjalan belum juga sampai ke kaki gunung. Badanku mulai lelah dan kakiku mulai pegal.tak sengaja aku menabrak sebuah batu besar tepat di bawahku. Aku terjatuh dan pandanganku menjadi gelap. Lalu kabur.
↔↔↔↔
Aku membuka mataku
secara perlahan. Yang awalnya buram lalu mulai terang. Tapi aku berada di
tempat asing. Di dalam sebuah tenda dan ditemani seorang remaja putri.
“Saya ada di mana?”
tanyaku.
“Mbak sudah sadar? Tadi
teman laki-laki kami yang membawa Anda kemari. Lalu kami baringkan Mbak
disini.” jawabnya.
“Terima kasih banyak,
Dek. Oh, ya, siapa namamu? Kamu dari komunitas pecinta alam, kan?”
“Kenalkan. Nama saya
Intan. Saya dari komunitas pecinta alam. Kalau nama Anda?”
“Nama saya Arum. Terima
kasih telah menolong saya.”
“Sama-sama, Mbak. Saya
lihat Anda belum makan. Mari makan di luar tenda bersama kami.”
Kemudian aku keluar dari tenda bersama Intan. Ku lihat anak-anak pecinta alam itu sedang memasak. Mereka merebus sayuran, tahu, tempe, juga menghangatkan nasi. Tidak ada makanan instan di sana.mereka memanfaatkan bahan alami untuk dijadikan makanan.
“Hai, teman-teman. Mbak Arum sudah sadar,” seru Intan pada teman-temannya.
“Oh, jadi namanya Mbak
Arum. Mari kita makan bersama,” ajak ketua dari komunitas itu.
“Iya, terima kasih.
Saya sudah bawa makanan sendiri,” jawabku.
“Kalau boleh tahu, apa
makanan yang Anda bawa?” tanyanya lagi.
“Saya bawa mie instan.”
“Eh, jangan makan mie
instan, Mbak. Kita makan ini saja. Mie instan dimakan saat kita akan pulang
saja,” ia memintaku makan makanan yang dibuatnya bersama teman-teman.
“Baiklah. Terima
kasih.”
Akhirnya kami makan bersama. Di sela-sela makan, aku berkenalan dengan mereka. Mereka masih pelajar SMK. Kegiatan ini juga mereka selenggarakan sendiri. Tentunya sudah mendapat izin dari guru. Disini aku melihat kebersamaan dan rasa persaudaraan yang kuat diantara mereka. Aku jadi kagum dibuatnya.
“Kira-kira Mbak Arum bekerja di mana?” tanya salah seorang diantara mereka.
“Alhamdulillah saya
punya usaha kafe sendiri. Sudah saya rintis sejak 2 tahun lalu. Alhamdulillah
usaha saya makin maju,” jawabku.
“Wah, pasti
mengasyikkan. Kira-kira apa saja yang Anda jual di sana?”
“Menu utamanya sudah
pasti kopi. Saya menjual berbagai macam minuman kopi dan aneka makanan kecil.”
“Kalau ada waktu, kami
boleh datang ke sana, kan? Kira-kira di kota mana kafe Anda berada?”
“Kafe saya berada di
kabupaten Pati, Jawa Tengah. Jika kalian ingin ke sana, saya beri alamatnya.
Ini kartu nama saya.”
Tak terasa acara makan kami telah selesai.aku membantu anak-anak perempuan mencuci piring dan perabot lain. Setelah itu, kami bernyanyi bersama.
“Bagaimana kalau kita
bernyanyi sambil minum kopi? Saya membawa kopi bubuk dan gelas kopi sekali pakai,”
usulku.
“Boleh, boleh.” Kemudian aku membuatkan kopi untuk mereka dan kembali bernyanyi. Seru sekali.
Diiringi dengan gitar membuat suasana makin meriah. Beberapa dari mereka berkomentar bahwa kopi yang ku buat sangat nikmat.
Diiringi dengan gitar membuat suasana makin meriah. Beberapa dari mereka berkomentar bahwa kopi yang ku buat sangat nikmat.
Tepat pukul 10 malam, kami bersiap untuk tidur. Aku melihat mereka sudah mulai mengantuk. Ketua komunitas mengingatkan anak buahnya untuk segera tidur. Karena besok pagi akan pulang meninggalkan tempat ini.
↔↔↔↔
Keesokan harinya kami
mengemas barang dan membubarkan tenda. Namun sebelum pergi, kami membersihkan
tempat tersebut dan berdoa agar selamat sampai di rumah.
Kami berjalan menuruni lereng gunung sambil bercanda ria. Perjalanan kali ini terasa sangat cepat. Akhirnya kami sudah tiba di kaki gunung. Para pecinta alam tersebut sudah dijemput truk yang mereka tumpangi. Sedangkan aku dijemput sopir pribadiku.
Kami berpisah di tempat itu dan pulang ke rumah masing-masing. Mereka melambaikan tangan padaku, “Sampai jumpa, Mbak Arum. Sampai ketemu nanti.”
“Daah. Sampai jumpa di
kafe saya.”
↔↔↔↔
Di perjalanan pulang
aku menikmati pemandangan di sisi kanan kiri jalan. Hingga tanpa sadar aku
tertidur. Namun niatku setelah tiba di rumah, aku akan istirahat total dengan
tidur semalaman. Karena besok aku harus membuka kafe-ku. Sesuai janji.
--END--
0 komentar