Catatan Hati Seorang Playgirl (Bag.2)



2 tahun setelah lulus SMA,

Tak terasa 2 tahun telah berlalu. Tak terasa 2 tahun terakhir aku tak punya pacar. Alias Jomblo. Sekarang ini aku tengah kuliah di perguruan tinggi yang bukan impianku. Karena ekonomi orang tuaku yang kurang mendukung. Ya, lebih baik ku jalani saja. Kalau memang rezeki, aku pasti disukseskan oleh Tuhan.

Sampai kuliah pun, aku tetap bersama Nisa. Tetapi ia berbeda jurusan denganku. Ia mengambil jurusan PGSD,  sedangkan aku mengambil jurusan akuntansi.

Sekarang ini aku masih di semester 4, hampir semester 5. Sama seperti SMP dan SMA dulu, aku tak pernah mengikuti organisasi di kampusku. Aku hanya ingin menjadi mahasiswi yang biasa saja. Tak ingin menjadi orang tenar karena sensasi maupun prestasi.

Suatu ketika, aku berjalan menuju ruang dosen untuk mengumpulkan tugas. Jalan menuju kesana harus melewati lapangan futsal. Tiba-tiba bola futsal yang ditendang salah satu pemain tak sengaja mengenai kepalaku. Aku terjatuh tapi masih bisa bangkit lagi. Walaupun kepalaku terasa pusing. Ku dengar para pemain sedang ribut tentang bola mereka. Tetapi aku tak menghiraukan dan ku lanjutkan perjalananku.
                                                            ↔↔↔↔
Seperti biasa, saat istirahat aku makan di kantin bersama Nisa. Di tengah asyiknya makan, tiba-tiba ada seorang lelaki menepuk pundakku, “Hai, Mbak. Kemarin kamu yang kepalanya kena bola futsal, kan?” tanya lelaki itu.

“Iya, Mas. Dari mana Mas tahu? Jangan-jangan Mas yang menendang bolanya, ya?”
“Iya,Mbak. Saya yang menendang bolanya. Saya minta maaf atas kesalahan saya. Lain kali saya akan berhati-hati. Saya mohon Mbak bersedia memaafkan saya,” ujarnya.
“Saya sudah memaafkan Mas,” jawabku pendek.
“Kalau boleh tahu, siapa nama Mbak?” tanyanya.
“Saya Arum. Kalau Mas?”
“Rum, kau ini bagaimana? Ini Arjuna. Kapten klub futsal di kampus kita. Masa kau tak tahu?” sahut Nisa.
“Oh, jadi kamu Arjuna,” kataku.
“Iya. Saya Arjuna. Saya kapten futsal di kampus ini.”
“Dia itu yang sering kuceritakan padamu. Orang-orang di kampus ini banyak yang mengenalnya. Dia menjadi  idola cewek-cewek disini. Masa kau tak sadar kalau banyak cewek yang membicarakannya?” jelas Nisa panjang lebar.
“Aku tak pernah memperhatikan.”
“Kau memang tak normal, ya,” ejek Nisa. “Maaf, ya, Arjuna, sahabatku memang begini. Ia tak mau membuka matanya saat ada cowok. Padahal dulu ia playgirl,” jelas Nisa pada Arjuna.
Arjuna hanya tertawa. “Hahaha, tak apa. Baru kali ini aku bertemu cewek seperti ini. Beda dengan yang lain.”
“Arjuna, dengar, ya , temanku ini fans beratmu. Dia sering bercerita tentang kamu. Sepertinya ia terobsesi ingin menjadi pacarmu. Padahal sebenarnya ia sudah memiliki pacar,” ujarku.
“Eh, kau ini bicara apa? Beraninya bicara seperti itu di depan idola sahabatmu sendiri,” ia menggerutu padaku.”Maaf, ya, Arjuna, aku hanya ingin jadi fans-mu. Kalau masalah cinta, aku hanya mencintai pacarku.”
“Hahaha, tak apa. Sepertinya Arum memang tak normal. Ketika aku datang, ia tak menyambutku,” kata Arjuna.
“Jangan harap. Kita saja baru berkenalan. Bagaimana aku mau jadi fans-mu?”
“Bisa.”
“Apa buktinya?” tanyaku.
“Cewek di kampus ini banyak yang mengidolakanku. Hanya dengan melihat wajah tampanku,” jawabnya.
“Kalau aku tak mau jadi fans-mu, kau mau apa?” aku menantangnya.
“Aku akan tetap membuatmu jadi fans-ku. Bukan itu saja. Kalau bisa,kau harus jatuh cinta padaku,” jawabnya penuh percaya diri.
“Tak usah bermimpi.”
“Siapa yang mimpi? Aku lelaki sejati. Aku akan konsisten dengan perkataanku. Kalau tak percaya, lihat saja nanti,” ujarnya.
“Terserah.”
“Ya sudah, kalau begitu aku pergi dulu, ya, Nis. Aku mau ke kelas. Tolong dibayarkan. Bye.” Kemudian  aku meninggalkan Nisa dan Arjuna. Mereka bingung menatap kepergianku.
                                                            ↔↔↔↔
Sejak kejadian itu, Arjuna menjadi teman baikku. Dia selalu datang ke kelasku setiap istirahat. Mengajak ke kantin bersama. Kadang ketika ia akan latihan futsal, ia selalu mengajakku.aku baru tahu kalu ia mengambil jurusan teknik mesin. Senang sekali rasanya. Baru kali ini ada cowok yang mau menjadi sahabatku.

Suatu ketika, temanku semasa SMP, mengundangku ke acara pernikahannya. Namanya Febi. Nisa juga diundang. Rencananya, Nisa akan pergi bersama pacarnya. Sedangkan aku? Aku tak tahu harus pergi dengan siapa.

“Coba saja kau pergi bersama Arjuna,” sarannya.
“Kalau ia tak mau bagaimana?” tanyaku.
“Pasti ia mau. Karena ia pergi menemanimu. Coba saja. Jangan ragu-ragu.”

Kemudian aku datang menemui Arjuna.
“Hai, Jun,” sapaku.
“Hai juga, Rum,” balasnya sambil tersenyum. “Tumben kamu datang menemuiku duluan. Pasti ada apa-apa, ya? Hahaha.”
“Memang iya,” ujarku sambil cengar-cengir. “Aku mau minta tolong padamu. Kira-kira kau bisa membantuku?”
“Memang mau minta tolong apa?”
“Begini, Jun, aku diundang ke acara pernikahan temanku masa SMP. Kau mau menemaniku ke sana, kan? Sekaligus menjadi pacar palsuku. Bagaimana?”
Kemudian Arjuna tersedak. Minuman yang ia minum keluar dari mulutnya.
“Maaf, ya, Jun. Kau jadi tersedak.”
“Tak apa, Rum. Aku bersedia menjadi pacar palsumu.”
“Terima kasih, Jun. Hanya di hari itu saja, kok,” ujarku.
“OK. Nanti saat hari-H, aku akan menjemputmu.”
                                                            ↔↔↔↔
Hari-H pernikahan Febi telah tiba. Aku dan Arjuna berangkat menuju rumahnya. Ia menggelar acara di rumah. Tapi aku agak terkejut karena ia menikah dengan Fajar, pacarku semasa SMP.

“Eh, Rum, tahu nggak, ternyata mempelai prianya Fajar,” Nisa memberitahuku.
“Oh, ya? Masa, sih?”, aku keheranan. “Masa Fajar menikah dengan Febi?” aku masih tak percaya. Maklum, aku tak memndapat undangan dari Febi. Kami hanya diberi pengumuman via SMS dan e-mail.

Disana aku bertemu Rio, pacarku semasa SMA. Ia hany sendiri. Aku heran mengapa ia tak mengajak kekasihnya. Kemudian aku datang menghampirinya. “Hei, masih ingat aku?”
“Iya, aku ingat kamu. Aku senang akhirnya bisa bertemu denganmu lagi,” jawabnya.
“Hahaha. Masih cinta aku, ya?” candaku. “Di mana pacar kamu?”
“Aku belum punya pacar, Rum. Aku masih mencintaimu,” jawabnya. “2 tahun ini aku men-jomblo hanya untuk menunggumu.”
“Maaf, ya, Rio. Aku sudah mempunyai pacar. Di hatiku sudah ada yan lain,” aku membohonginya. “Mau ku kenalkan padanya? Ini dia. Namanya Arjuna.”
“Rio.”
“Arjuna.”
“Kamu beruntung sekali, Rum. Banyak orang yang mencintai dan menyayangimu. Tolong jangan sia-siakan pacarmu, ya,” pesan Rio.
“Apa maksudnya? Memang Arum pernah berbuat seperti itu?” tanya Arjuna.
“Iya. Dulu ketika aku dan Arum masih berpacaran, ternyata ia punya pacar selain aku. Padahal aku sangat mencintai dan menyayanginya. Aku tak tahu mengapa ia menjadi playgirl seperti itu. Aku ingin ia menjadi lebih baik,” jelasnya.
“Jadi yang dikatakan Nisa kalau kamu adalah mantan playgirl itu benar?” tanya Arjuna padaku.
“Iya benar. Mempelai pria itu juga mantan pacarku. Namanya Fajar,” jawabku.

Kemudian Arjuna pergi meninggalkanku bersama Rio.
“Maaf, ya, Rum. Gara-gara aku, pacarmu marah.”
“Tidak, kok. Ini bukan salahmu. Seharusnya aku yang minta maaf padamu. Aku telah menyia-nyiakanmu. Aku benar-benar jahat, tak pernah mengerti perasaan orang yang mencintai dan menyayangiku,” ujarku. Kemudian aku pergi meninggalkan Rio dan pulang sendiri.
                                                            ↔↔↔↔
Keesokan harinya, aku menemukan sebuah surat yang tergeletak di atas mejaku. Kemudian ku baca isi surat itu.

To : Arum
Maaf, ya, kemarin aku meninggalkanmu. Karena aku harus pergi ke Jepang. Mendadak. Jadi maaf kalau belum ku beritahu. Setelah mendengar cerita Rio, aku ingin kamu berubah. Aku ingin Arum yang ku kenal bis menjadi lebih baik. Dan setelah aku pulang ke Indonesia, kamu adalah orang pertama yang akan ku temui. Aku janji.

Arjuna

Kemudian aku berlari menuju kelasnya. Kebetulan tidak ada dosen yang mengajar. Aku hanya melihat para mahasiswa dan mahasiswi sedang belajar di luar. Aku bertanya pada seorang lelaki, “Permisi. Maaf,Mas, saya ingin bertanya. Apakah hari ini Arjuna tidak masuk?”
“Iya, Mbak.benar, Arjuna tidak masuk hari ini. Ia mendadak pindah ke Jepang untuk mengurus bisnis kakeknya. Ia juga melanjutkan pendidikan di sana.”
“Oh. Kalau boleh tahu, tadi ia berangkat jam berapa?”
“Katanya jam 4 pagitadi, Mbak,” jawab lelaki itu.
“Kalau begitu terima kasih, Mas.”
                                                            ↔↔↔↔
“Hai, Rum. Tumben kamu melamun. Baru kali ini aku melihatmu seperti itu,” Nisa membuyarkan lamunanku.
“Tak ada Arjuna rasanya sepi, ya?” ujarku.
“Ciiee, sepertinya kamu sedang falling in love, nih.”
“Aku tak tahu, Nis. Aku tak mengerti tentang perasaanku. Mungkin kau benar, aku jatuh cinta pada Arjuna.”
“Apa kamu merasa kehilangan dirinya?” tanya Nisa.
“Iya, Nis,” jawabku pendek.

Kemudian Nisa menceritakan perihal Arjuna yang pergi ke Jepang. Arjuna menitipkan suratnya ke Nisa. Lalu Nisa meletakkannya di mejaku. Dan ia berangkat pukul 4 pagi tadi.
“Selain itu, apakah ia juga berbicara masalah lain?”
“Tidak, Rum. Hanya itu yang ia sampaikan.”

Aku bingung. Mengapa aku bisa jatuh cinta pada Arjuna. Mungkin ia konsisten dengan perkataannya. Dan ia berhasil membuatku jatuh cinta padanya.
“Rum, Tuhan mempertemukanmu dan Arjuna dengan cara yang berbeda dari orang lain. Semua manusia pasti akan berjodoh. Aku yakin, Arjuna juga pasti mencintaimu.”
“Mengapa kau yakin Arjuna mencintaiku?” tanyaku.
“Dari caranya memandangmu, juga karena ia menginginkanmu berubah,” jawab Nisa.
“Entahlah. Aku tak merasakan hal itu sewaktu bersamanya. Rasa ini datang setelah ia menghilang,” jelasku.
“Kamu tak akan merasakan hal ini sebelum kamu kehilangan. Ini pertanda bahwa kamu harus tobat. Kamu tak boleh menjadi playgirl lagi.”
“Mungkin kamu benar, Nis. Tolong bantu aku, ya.”
“Siap, Kawan.”
                                                            ↔↔↔↔
Tak terasa hampir 2 semester aku tidak bertemu Arjuna.rasa rinduku seakan pudar karena banyaknya tugas yang harus ku kerjakan. Aku berharap semoga hari-hari yang ku lalui terasa cepat dan segera lulus kuliah.

Tak terasa hari wisuda telah tiba. Aku senang telah mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi. Skripsi telah ku lalui dengan baik, dan akhirnya aku lulus dengan nilai yang baik pula.

Di hari wisuda, aku ditemani ayah dan ibuku. Sama seperti teman-teman yang lain, Nisa juga ditemani keluarga dan pacarnya. Tapi di tengah asyiknya kami foto bersama, para mantan kekasihku datang minta berfoto denganku.

Rio, Edo, Beni, Dion, datang ke kampuskuhanya untuk menemuiku. “Selamat atas kelulusan Arum dan Nisa. Saya Rio mewakili mantan kekasih Arumania, minta foto bersama Arum satu per satu.”
Kedua orang tuaku, orang tua Nisa, dan pacar Nisa tertawa melihatnya. Tapi akhirnya aku bersedia. Dan kami tertawa bahagia berada di momen ini.
                                                            ↔↔↔↔
Aku tengah menunggu pekerjaan yang ku lamar beberapa hari yang lalu. Aku mencari pekerjaan yang berbeda. Aku juga ikut mendaftar jadi PNS. Sambil berdoa, aku juga meluangkan waktuku untuk mengingat Arjuna.

Aku pergi ke taman yang biasa ku kunjungi. Sendiri. Aku duduk sambil memikirkan Arjuna. Bagaimana kabarnya? Aku sudah tak sabar ingin bertemu dengannya.
Tiba-tiba ada seorang lelaki bertanya padaku, “Permisi Nona berbaju merah. Aku akan bertanya sesuatu padamu. Apakah kau bersedia menjawabnya?”
“Apakah Nona berbaju merah yang kau maksud adalah aku?” tanyaku tanpa menoleh ke arahnya. Saat itu aku memakai baju berwarna merah.
“Iya. Aku akan bertanya padamu. Jika Anda seorang player, apakah Anda menggunakan perasaan untuk memainkan orang yang mencintai Anda?” tanya lelaki itu.
“Tidak. Aku tidak akan menggunakan perasaanku. Karena sebuah permainan harus dilakukan dengan keahlian si pemain. Aku hanya menggunakan logika dan skill yang ku miliki,” jawabku. Aku masih belum menoleh ke arahnya.
“Mengapa Anda melakukan hal itu?”
“Karena aku tak ingin jatuh ke tangan lelaki yang salah. Maka dari itu, aku tak pernah membuka hatiku untuk mereka.”
“Jika saat ini ada seseorang mengetuk pintu hatimu,  apa kau masih tak mau membukanya?” ia bertanya lagi.
“Tidak akan. Hatiku hanya akan ku buka untuk 1 orang.”
“Satu orang? Kalau boleh tahu, siapa dia?”
“Dia adalah orang yang tak hanya mengetuk. Tetapi juga mencongkel dan mendobrak pintunya. Seperti maling yang akan menyusup ke rumah orang. Dan dia telah berhasil membuka hatiku hingga aku sulit menutupnya. Namun setelah terbuka, ia pergi meninggalkanku.”
“Apakah ia sudah berhasil mencurinya?”
“Tentu saja sudah. Ia adalah pencuri hati yang profesional. Banyak hati yang terbuka untuknya. Tapi ia hanya ingin masuk ke dalam hatiku,” lanjutku.
“Jika Nona ingin tahu, aku adalah orang yang ingin masuk ke dalam hati Nona. Aku ingin mencuri hatimu. Aku ingin memilimu. Sekarang lihat aku. Aku disini, Nona.”
Kemudian aku menengok ke arah lelaki itu. “Arjuna? Apakah ini kau?” tanyaku terkejut.
“Iya, ini aku. Aku baru datang kemarin. Dan sesuai janji, kau adalah orang pertama yang akan ku temui,” jawabnya.
“Mengapa aku?”
“Ya, kamu. Aku ingin mengatakan bahwa aku cinta padamu. Aku yakin kamu telah berubah. Aku yakin hatimu hanya untukku. Aku mencintaimu.”
“Aku juga mencintaimu, Arjuna,” jawabku.
“Apakah kau mau ikut aku ke Jepang? Aku ingin megurus usaha kakekku bersamamu. Bagaimana?”
“Hm, bagaimana, ya? Apa aku tak boleh menolak?” jawabku.
“Harus mau. Karena aku akan menikahimu. Aku ingin hidup bersamamu selamanya.”
 “Apa kau punya taktik jitu agar aku tak bisa menolak?” aku menantangnya.
“Oh, jadi kau menantangku, ya?”. Kemudian ia berlutut di hadapanku. Ia mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya. Sebuah kotak berwarna merah. Lalu ia membuka kotak itu. “Apakah kau mau menikah denganku dan hidup bersamaku selamanya?”
“Aku bersedia,” jawabku spontan.

Kemudian ia memasang cincin itu di jari manis kiriku. Aku bahagia. Aku senag akhirnya bisa hidup bersama orang yang ku cintai dan mencintaiku dengan tulus.
                                                            --TAMAT--

You May Also Like

0 komentar

About Me