2
tahun setelah lulus SMA,
Tak terasa 2 tahun telah berlalu. Tak terasa 2 tahun terakhir aku tak punya pacar. Alias Jomblo. Sekarang ini aku tengah kuliah di perguruan tinggi yang bukan impianku. Karena ekonomi orang tuaku yang kurang mendukung. Ya, lebih baik ku jalani saja. Kalau memang rezeki, aku pasti disukseskan oleh Tuhan.
Sampai kuliah pun, aku tetap bersama Nisa. Tetapi ia berbeda jurusan denganku. Ia mengambil jurusan PGSD, sedangkan aku mengambil jurusan akuntansi.
Sekarang ini aku masih di semester 4, hampir semester 5. Sama seperti SMP dan SMA dulu, aku tak pernah mengikuti organisasi di kampusku. Aku hanya ingin menjadi mahasiswi yang biasa saja. Tak ingin menjadi orang tenar karena sensasi maupun prestasi.
Suatu ketika, aku berjalan menuju ruang dosen untuk mengumpulkan tugas. Jalan menuju kesana harus melewati lapangan futsal. Tiba-tiba bola futsal yang ditendang salah satu pemain tak sengaja mengenai kepalaku. Aku terjatuh tapi masih bisa bangkit lagi. Walaupun kepalaku terasa pusing. Ku dengar para pemain sedang ribut tentang bola mereka. Tetapi aku tak menghiraukan dan ku lanjutkan perjalananku.
↔↔↔↔
Seperti
biasa, saat istirahat aku makan di kantin bersama Nisa. Di tengah asyiknya
makan, tiba-tiba ada seorang lelaki menepuk pundakku, “Hai, Mbak. Kemarin kamu
yang kepalanya kena bola futsal, kan?” tanya lelaki itu.
“Iya, Mas. Dari mana Mas tahu? Jangan-jangan Mas yang menendang bolanya, ya?”
“Iya,Mbak.
Saya yang menendang bolanya. Saya minta maaf atas kesalahan saya. Lain kali
saya akan berhati-hati. Saya mohon Mbak bersedia memaafkan saya,” ujarnya.
“Saya
sudah memaafkan Mas,” jawabku pendek.
“Kalau
boleh tahu, siapa nama Mbak?” tanyanya.
“Saya
Arum. Kalau Mas?”
“Rum,
kau ini bagaimana? Ini Arjuna. Kapten klub futsal di kampus kita. Masa kau tak
tahu?” sahut Nisa.
“Oh,
jadi kamu Arjuna,” kataku.
“Iya.
Saya Arjuna. Saya kapten futsal di kampus ini.”
“Dia
itu yang sering kuceritakan padamu. Orang-orang di kampus ini banyak yang
mengenalnya. Dia menjadi idola
cewek-cewek disini. Masa kau tak sadar kalau banyak cewek yang
membicarakannya?” jelas Nisa panjang lebar.
“Aku
tak pernah memperhatikan.”
“Kau
memang tak normal, ya,” ejek Nisa. “Maaf, ya, Arjuna, sahabatku memang begini.
Ia tak mau membuka matanya saat ada cowok. Padahal dulu ia playgirl,” jelas
Nisa pada Arjuna.
Arjuna
hanya tertawa. “Hahaha, tak apa. Baru kali ini aku bertemu cewek seperti ini.
Beda dengan yang lain.”
“Arjuna,
dengar, ya , temanku ini fans beratmu. Dia sering bercerita tentang kamu.
Sepertinya ia terobsesi ingin menjadi pacarmu. Padahal sebenarnya ia sudah
memiliki pacar,” ujarku.
“Eh,
kau ini bicara apa? Beraninya bicara seperti itu di depan idola sahabatmu
sendiri,” ia menggerutu padaku.”Maaf, ya, Arjuna, aku hanya ingin jadi
fans-mu. Kalau masalah cinta, aku hanya mencintai pacarku.”
“Hahaha,
tak apa. Sepertinya Arum memang tak normal. Ketika aku datang, ia tak
menyambutku,” kata Arjuna.
“Jangan
harap. Kita saja baru berkenalan. Bagaimana aku mau jadi fans-mu?”
“Bisa.”
“Apa
buktinya?” tanyaku.
“Cewek
di kampus ini banyak yang mengidolakanku. Hanya dengan melihat wajah
tampanku,” jawabnya.
“Kalau
aku tak mau jadi fans-mu, kau mau apa?” aku menantangnya.
“Aku
akan tetap membuatmu jadi fans-ku. Bukan itu saja. Kalau bisa,kau harus jatuh
cinta padaku,” jawabnya penuh percaya diri.
“Tak
usah bermimpi.”
“Siapa
yang mimpi? Aku lelaki sejati. Aku akan konsisten dengan perkataanku. Kalau tak
percaya, lihat saja nanti,” ujarnya.
“Terserah.”
“Ya
sudah, kalau begitu aku pergi dulu, ya, Nis. Aku mau ke kelas. Tolong
dibayarkan. Bye.” Kemudian aku
meninggalkan Nisa dan Arjuna. Mereka bingung menatap kepergianku.
↔↔↔↔
Sejak
kejadian itu, Arjuna menjadi teman baikku. Dia selalu datang ke kelasku setiap
istirahat. Mengajak ke kantin bersama. Kadang ketika ia akan latihan futsal, ia
selalu mengajakku.aku baru tahu kalu ia mengambil jurusan teknik mesin. Senang
sekali rasanya. Baru kali ini ada cowok yang mau menjadi sahabatku.
Suatu ketika, temanku semasa SMP, mengundangku ke acara pernikahannya. Namanya Febi. Nisa juga diundang. Rencananya, Nisa akan pergi bersama pacarnya. Sedangkan aku? Aku tak tahu harus pergi dengan siapa.
“Coba saja kau pergi bersama Arjuna,” sarannya.
“Kalau
ia tak mau bagaimana?” tanyaku.
“Pasti
ia mau. Karena ia pergi menemanimu. Coba saja. Jangan ragu-ragu.”
Kemudian aku datang menemui Arjuna.
“Hai,
Jun,” sapaku.
“Hai
juga, Rum,” balasnya sambil tersenyum. “Tumben kamu datang menemuiku duluan.
Pasti ada apa-apa, ya? Hahaha.”
“Memang
iya,” ujarku sambil cengar-cengir. “Aku mau minta tolong padamu. Kira-kira kau
bisa membantuku?”
“Memang
mau minta tolong apa?”
“Begini,
Jun, aku diundang ke acara pernikahan temanku masa SMP. Kau mau menemaniku ke
sana, kan? Sekaligus menjadi pacar palsuku. Bagaimana?”
Kemudian
Arjuna tersedak. Minuman yang ia minum keluar dari mulutnya.
“Maaf,
ya, Jun. Kau jadi tersedak.”
“Tak
apa, Rum. Aku bersedia menjadi pacar palsumu.”
“Terima
kasih, Jun. Hanya di hari itu saja, kok,” ujarku.
“OK.
Nanti saat hari-H, aku akan menjemputmu.”
↔↔↔↔
Hari-H
pernikahan Febi telah tiba. Aku dan Arjuna berangkat menuju rumahnya. Ia
menggelar acara di rumah. Tapi aku agak terkejut karena ia menikah dengan
Fajar, pacarku semasa SMP.
“Eh, Rum, tahu nggak, ternyata mempelai prianya Fajar,” Nisa memberitahuku.
“Oh,
ya? Masa, sih?”, aku keheranan. “Masa Fajar menikah dengan Febi?” aku masih
tak percaya. Maklum, aku tak memndapat undangan dari Febi. Kami hanya diberi
pengumuman via SMS dan e-mail.
Disana aku bertemu Rio, pacarku semasa SMA. Ia hany sendiri. Aku heran mengapa ia tak mengajak kekasihnya. Kemudian aku datang menghampirinya. “Hei, masih ingat aku?”
“Iya,
aku ingat kamu. Aku senang akhirnya bisa bertemu denganmu lagi,” jawabnya.
“Hahaha.
Masih cinta aku, ya?” candaku. “Di mana pacar kamu?”
“Aku
belum punya pacar, Rum. Aku masih mencintaimu,” jawabnya. “2 tahun ini aku
men-jomblo hanya untuk menunggumu.”
“Maaf,
ya, Rio. Aku sudah mempunyai pacar. Di hatiku sudah ada yan lain,” aku
membohonginya. “Mau ku kenalkan padanya? Ini dia. Namanya Arjuna.”
“Rio.”
“Arjuna.”
“Kamu
beruntung sekali, Rum. Banyak orang yang mencintai dan menyayangimu. Tolong
jangan sia-siakan pacarmu, ya,” pesan Rio.
“Apa
maksudnya? Memang Arum pernah berbuat seperti itu?” tanya Arjuna.
“Iya.
Dulu ketika aku dan Arum masih berpacaran, ternyata ia punya pacar selain aku.
Padahal aku sangat mencintai dan menyayanginya. Aku tak tahu mengapa ia menjadi
playgirl seperti itu. Aku ingin ia menjadi lebih baik,” jelasnya.
“Jadi
yang dikatakan Nisa kalau kamu adalah mantan playgirl itu benar?” tanya Arjuna
padaku.
“Iya
benar. Mempelai pria itu juga mantan pacarku. Namanya Fajar,” jawabku.
Kemudian Arjuna pergi meninggalkanku bersama Rio.
“Maaf,
ya, Rum. Gara-gara aku, pacarmu marah.”
“Tidak,
kok. Ini bukan salahmu. Seharusnya aku yang minta maaf padamu. Aku telah
menyia-nyiakanmu. Aku benar-benar jahat, tak pernah mengerti perasaan orang
yang mencintai dan menyayangiku,” ujarku. Kemudian aku pergi meninggalkan Rio
dan pulang sendiri.
↔↔↔↔
Keesokan
harinya, aku menemukan sebuah surat yang tergeletak di atas mejaku. Kemudian ku
baca isi surat itu.
To : Arum
Maaf,
ya, kemarin aku meninggalkanmu. Karena aku harus pergi ke Jepang. Mendadak.
Jadi maaf kalau belum ku beritahu. Setelah mendengar cerita Rio, aku ingin kamu
berubah. Aku ingin Arum yang ku kenal bis menjadi lebih baik. Dan setelah aku
pulang ke Indonesia, kamu adalah orang pertama yang akan ku temui. Aku janji.
Arjuna
Kemudian aku berlari menuju kelasnya. Kebetulan tidak ada dosen yang mengajar. Aku hanya melihat para mahasiswa dan mahasiswi sedang belajar di luar. Aku bertanya pada seorang lelaki, “Permisi. Maaf,Mas, saya ingin bertanya. Apakah hari ini Arjuna tidak masuk?”
“Iya,
Mbak.benar, Arjuna tidak masuk hari ini. Ia mendadak pindah ke Jepang untuk
mengurus bisnis kakeknya. Ia juga melanjutkan pendidikan di sana.”
“Oh.
Kalau boleh tahu, tadi ia berangkat jam berapa?”
“Katanya
jam 4 pagitadi, Mbak,” jawab lelaki itu.
“Kalau
begitu terima kasih, Mas.”
↔↔↔↔
“Hai,
Rum. Tumben kamu melamun. Baru kali ini aku melihatmu seperti itu,” Nisa
membuyarkan lamunanku.
“Tak
ada Arjuna rasanya sepi, ya?” ujarku.
“Ciiee,
sepertinya kamu sedang falling in love, nih.”
“Aku
tak tahu, Nis. Aku tak mengerti tentang perasaanku. Mungkin kau benar, aku
jatuh cinta pada Arjuna.”
“Apa
kamu merasa kehilangan dirinya?” tanya Nisa.
“Iya,
Nis,” jawabku pendek.
Kemudian Nisa menceritakan perihal Arjuna yang pergi ke Jepang. Arjuna menitipkan suratnya ke Nisa. Lalu Nisa meletakkannya di mejaku. Dan ia berangkat pukul 4 pagi tadi.
“Selain
itu, apakah ia juga berbicara masalah lain?”
“Tidak,
Rum. Hanya itu yang ia sampaikan.”
Aku bingung. Mengapa aku bisa jatuh cinta pada Arjuna. Mungkin ia konsisten dengan perkataannya. Dan ia berhasil membuatku jatuh cinta padanya.
“Rum,
Tuhan mempertemukanmu dan Arjuna dengan cara yang berbeda dari orang lain.
Semua manusia pasti akan berjodoh. Aku yakin, Arjuna juga pasti mencintaimu.”
“Mengapa
kau yakin Arjuna mencintaiku?” tanyaku.
“Dari
caranya memandangmu, juga karena ia menginginkanmu berubah,” jawab Nisa.
“Entahlah.
Aku tak merasakan hal itu sewaktu bersamanya. Rasa ini datang setelah ia
menghilang,” jelasku.
“Kamu
tak akan merasakan hal ini sebelum kamu kehilangan. Ini pertanda bahwa kamu
harus tobat. Kamu tak boleh menjadi playgirl lagi.”
“Mungkin
kamu benar, Nis. Tolong bantu aku, ya.”
“Siap,
Kawan.”
↔↔↔↔
Tak
terasa hampir 2 semester aku tidak bertemu Arjuna.rasa rinduku seakan pudar
karena banyaknya tugas yang harus ku kerjakan. Aku berharap semoga hari-hari
yang ku lalui terasa cepat dan segera lulus kuliah.
Tak terasa hari wisuda telah tiba. Aku senang telah mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi. Skripsi telah ku lalui dengan baik, dan akhirnya aku lulus dengan nilai yang baik pula.
Di hari wisuda, aku ditemani ayah dan ibuku. Sama seperti teman-teman yang lain, Nisa juga ditemani keluarga dan pacarnya. Tapi di tengah asyiknya kami foto bersama, para mantan kekasihku datang minta berfoto denganku.
Rio, Edo, Beni, Dion, datang ke kampuskuhanya untuk menemuiku. “Selamat atas kelulusan Arum dan Nisa. Saya Rio mewakili mantan kekasih Arumania, minta foto bersama Arum satu per satu.”
Kedua
orang tuaku, orang tua Nisa, dan pacar Nisa tertawa melihatnya. Tapi akhirnya
aku bersedia. Dan kami tertawa bahagia berada di momen ini.
↔↔↔↔
Aku
tengah menunggu pekerjaan yang ku lamar beberapa hari yang lalu. Aku mencari
pekerjaan yang berbeda. Aku juga ikut mendaftar jadi PNS. Sambil berdoa, aku
juga meluangkan waktuku untuk mengingat Arjuna.
Aku pergi ke taman yang biasa ku kunjungi. Sendiri. Aku duduk sambil memikirkan Arjuna. Bagaimana kabarnya? Aku sudah tak sabar ingin bertemu dengannya.
Tiba-tiba
ada seorang lelaki bertanya padaku, “Permisi Nona berbaju merah. Aku akan
bertanya sesuatu padamu. Apakah kau bersedia menjawabnya?”
“Apakah
Nona berbaju merah yang kau maksud adalah aku?” tanyaku tanpa menoleh ke
arahnya. Saat itu aku memakai baju berwarna merah.
“Iya.
Aku akan bertanya padamu. Jika Anda seorang player, apakah Anda menggunakan
perasaan untuk memainkan orang yang mencintai Anda?” tanya lelaki itu.
“Tidak.
Aku tidak akan menggunakan perasaanku. Karena sebuah permainan harus dilakukan
dengan keahlian si pemain. Aku hanya menggunakan logika dan skill yang ku
miliki,” jawabku. Aku masih belum menoleh ke arahnya.
“Mengapa
Anda melakukan hal itu?”
“Karena
aku tak ingin jatuh ke tangan lelaki yang salah. Maka dari itu, aku tak pernah
membuka hatiku untuk mereka.”
“Jika
saat ini ada seseorang mengetuk pintu hatimu,
apa kau masih tak mau membukanya?” ia bertanya lagi.
“Tidak
akan. Hatiku hanya akan ku buka untuk 1 orang.”
“Satu
orang? Kalau boleh tahu, siapa dia?”
“Dia
adalah orang yang tak hanya mengetuk. Tetapi juga mencongkel dan mendobrak
pintunya. Seperti maling yang akan menyusup ke rumah orang. Dan dia telah
berhasil membuka hatiku hingga aku sulit menutupnya. Namun setelah terbuka, ia
pergi meninggalkanku.”
“Apakah
ia sudah berhasil mencurinya?”
“Tentu
saja sudah. Ia adalah pencuri hati yang profesional. Banyak hati yang terbuka
untuknya. Tapi ia hanya ingin masuk ke dalam hatiku,” lanjutku.
“Jika
Nona ingin tahu, aku adalah orang yang ingin masuk ke dalam hati Nona. Aku
ingin mencuri hatimu. Aku ingin memilimu. Sekarang lihat aku. Aku disini,
Nona.”
Kemudian
aku menengok ke arah lelaki itu. “Arjuna? Apakah ini kau?” tanyaku terkejut.
“Iya,
ini aku. Aku baru datang kemarin. Dan sesuai janji, kau adalah orang pertama
yang akan ku temui,” jawabnya.
“Mengapa
aku?”
“Ya,
kamu. Aku ingin mengatakan bahwa aku cinta padamu. Aku yakin kamu telah
berubah. Aku yakin hatimu hanya untukku. Aku mencintaimu.”
“Aku
juga mencintaimu, Arjuna,” jawabku.
“Apakah
kau mau ikut aku ke Jepang? Aku ingin megurus usaha kakekku bersamamu.
Bagaimana?”
“Hm,
bagaimana, ya? Apa aku tak boleh menolak?” jawabku.
“Harus
mau. Karena aku akan menikahimu. Aku ingin hidup bersamamu selamanya.”
“Apa kau punya taktik jitu agar aku tak bisa
menolak?” aku menantangnya.
“Oh,
jadi kau menantangku, ya?”. Kemudian ia berlutut di hadapanku. Ia mengeluarkan
sesuatu dari kantong celananya. Sebuah kotak berwarna merah. Lalu ia membuka
kotak itu. “Apakah kau mau menikah denganku dan hidup bersamaku selamanya?”
“Aku
bersedia,” jawabku spontan.
Kemudian ia memasang cincin itu di jari manis kiriku. Aku bahagia. Aku senag akhirnya bisa hidup bersama orang yang ku cintai dan mencintaiku dengan tulus.
--TAMAT--
0 komentar